Cerpen Karangan: Sapdho Wibowo
Kategori: Cerpen Cinta Romantis, Cerpen Patah Hati
Lolos moderasi pada: 28 March 2017
Kategori: Cerpen Cinta Romantis, Cerpen Patah Hati
Lolos moderasi pada: 28 March 2017
Bagaimana caranya, jika aku mengalah, tapi sebenarnya ku masih cinta.
Bagaimana caranya, ku ingin pergi, tapi sebenarnya ku tak bisa meninggalkanmu.
Berdiri pun takkan mampu, melawan rasa yang kaku.
Bagaimana caranya, ku ingin pergi, tapi sebenarnya ku tak bisa meninggalkanmu.
Berdiri pun takkan mampu, melawan rasa yang kaku.
Bagaimana caranya, menarik simpatimu, tapi perhatianku tak pernah dianggap.
Serba salah diriku, memperjuangkan cinta, tapi yang ada hanya kekecewaaan.
Menyesalpun takkan guna, Bertahan pun takkan bisa…Serba salah diriku, memperjuangkan cinta, tapi yang ada hanya kekecewaaan.
Semua Percuma..
Memang perih hati ini bila harus selalu di dekatmu, melihatmu bersama yang lain, tinggalkan kusendiri.
Kuakui engkau memang benar teman yang aku cinta, namun takkan mungkin jalani, Cinta yang rumit.
Telah berulang kali aku mengungkapkannya
Jawabanmu hanyalah sama
Berteman lebih indah, itu tuturmu
Jujur ku tak kuasa mendengarnya
Percayakan pada waktu
Tapi Pengorbanan hanya sia-sia
Annisa terlahir di kalangan keluarga yang mampu, ia merupakan bidadari pujaan di sekolah, ia sangat gemar menari, ketika ia sedang manggung untuk menari di hadapan para siswa dan guru, pastinya yang menonton terhipnotis olehnya, yang biasanya tidak suka melihat orang yang menari, mereka pun berbondong-bondong melihatnya, tidak tahu ingin melihat tarian kebudayaan atau hanya ingin sekedar melihat kecantikannya. Entahlah mungkin karena memang dia menarik perhatian teman-temanku.
Awalnya aku tidak tertarik sama sekali dengannya, tapi akhir-akhir ini dia membuatku menjadi pangeran yang ingin dia miliki, dan aku pun tertarik padanya, sungguh walau aku berbicara bahwa aku tidak suka padanya, namun tetap saja, dalam lubuk hati yang paling dalam aku memendam perasaan yang istimewa untuknya. Namun aku tersadarkan diri, aku bukan siapa-siapa, aku orang tidak punya apa-apa, sedangkan dia punya mantan yang memang aku bilang cukup tampan dan orang yang memang bisa membahagiakannya dengan uang. “Apakah aku bisa membahagianya? Sedangkan aku orang yang tidak punya apa-apa, untuk ke sekolah pun aku harus menunggu temanku menjemput, apakah aku pantas untuknya?” ucapku dalam hati seketika ketika melihat dirinya sedang berjalan di depan kelasku.
Banyak pertanyaan hatiku yang tidak bisa aku jawab dengan logika dan naluri sebagai seorang laki-laki. Entahlah semua ini membungungkan bagiku. Aku mencoba bertanya-tanya pada temanku yang merupakan temannya di kelas, “Apakah dia mencintaiku?” Ucapku sambil penasaran. “Sudahlah kamu jangan banyak berharap padanya, kamu tidak pantas untuknya!” Ucap temanku sembari mengelus punggungku.
Belum lama aku mengenalnya, sejak awal pertemuan kita ketika sama-sama sedang berjoging di pinggir pantai, hanya bertegur sapa seperti orang biasanya, bertegur sapa karena memang dia adalah adik kelasku kelas 11 SMA. Sejak pertemuan itu, aku menjadi akrab dengannya, sering kali kita bertemu untuk sekedar menikmati sore hari dekat pantai. Aku tidak bisa mengungkapkan perasaan itu karena aku tidak mau kehilangannya karena dia adalah temanku, namun semakin hari, ia membuatku semakin merasakan cinta, hatiku semakin berdebar-debar tiap kali melihatnya tersenyum dengan behel di giginya yang membuatnya terlihat sangat manis. Aku mencoba memandangnya, ketika ia mulai menolah melihatku, aku mengalihkan pandanganku terhadapnya.
“Kenapa kak? kok sepertinya kakak sedang gusar?” ucap dia sambil terus memandangku.
“Ahh tidak… itu hanya perasaanmu saja,” sambil terbata-bata.
“Ahh jujur saja, pasti kakak memandangku kan?” sembari tertawa melihatku terbata-terbata.
“Sudahlah lupakan, aku hanya ingin kau jangan pergi, tetaplah jadi temanku, di sampingku terus ya, aku sayang sama kamu,”
“Iya kakak juga yaa, terima kasih ya kak selalu ada buat aku disaat aku lagi senang maupun tidak senang,” tersenyum dan seketika memelukku dengan erat, pundakku dibanjiri oleh air matanya, aku tidak tahu alasan dia tiba-tiba memelukku, seakan aku tidak boleh pergi dari sisinya. Namun aku terfikir, jika dengannya terus akan membuat perasaan ini semakin cinta padanya, aku ingin dia menjadi kekasihku walau akhirnya aku tidak bisa mengungkapkan perasaan ini padanya. Seolah dia menghipnotisku seakan saat dia menghipnotis teman-temanku, hal yang berbeda ketika pertama kali aku melihatnya menari yang tidak sama sekali aku tertarik padanya. Besar kemungkinan semua prang pernah berada pada fase ini. Dilema antara memendam perasaan atau menyatakannya. Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang memilih memendam, termasuk aku terhadapnya, aku takut perasaanku tak berbalas, aku takut jika dia akan menghilang meninggalkanku sebagai sahabatnya. Aku hanya mencintainya diam-diam, meski aku tahum kemungkinan terburuk dari mencinta hanyalah tidak dicintai kembali. Dan itu sesungguhnya teramat buruk, bahkan ada yang lebih buruk dari itu, saat aku tidak berani menyatakan perasaan, sekilas aku berfikir: “Apakah kau pernah mencintai aku juga?” Banyak orang akhirnya menyesal seperti yang diceritakan di film-film, dan buku-buku. Perasaan yang terlambat dinyatakan.
“Ahh tidak… itu hanya perasaanmu saja,” sambil terbata-bata.
“Ahh jujur saja, pasti kakak memandangku kan?” sembari tertawa melihatku terbata-terbata.
“Sudahlah lupakan, aku hanya ingin kau jangan pergi, tetaplah jadi temanku, di sampingku terus ya, aku sayang sama kamu,”
“Iya kakak juga yaa, terima kasih ya kak selalu ada buat aku disaat aku lagi senang maupun tidak senang,” tersenyum dan seketika memelukku dengan erat, pundakku dibanjiri oleh air matanya, aku tidak tahu alasan dia tiba-tiba memelukku, seakan aku tidak boleh pergi dari sisinya. Namun aku terfikir, jika dengannya terus akan membuat perasaan ini semakin cinta padanya, aku ingin dia menjadi kekasihku walau akhirnya aku tidak bisa mengungkapkan perasaan ini padanya. Seolah dia menghipnotisku seakan saat dia menghipnotis teman-temanku, hal yang berbeda ketika pertama kali aku melihatnya menari yang tidak sama sekali aku tertarik padanya. Besar kemungkinan semua prang pernah berada pada fase ini. Dilema antara memendam perasaan atau menyatakannya. Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang memilih memendam, termasuk aku terhadapnya, aku takut perasaanku tak berbalas, aku takut jika dia akan menghilang meninggalkanku sebagai sahabatnya. Aku hanya mencintainya diam-diam, meski aku tahum kemungkinan terburuk dari mencinta hanyalah tidak dicintai kembali. Dan itu sesungguhnya teramat buruk, bahkan ada yang lebih buruk dari itu, saat aku tidak berani menyatakan perasaan, sekilas aku berfikir: “Apakah kau pernah mencintai aku juga?” Banyak orang akhirnya menyesal seperti yang diceritakan di film-film, dan buku-buku. Perasaan yang terlambat dinyatakan.
Perasaan yang tumbuh di dada, bukanlah perasaan yang salah, setiap orang berhak jatuh cinta dan dicintai, dan dari teori manapun yang kau pelajari, cinta tak pernah salah. Perasaan adalah perasaan. Meski saat jatuh dan membuat patah, cinta terlihat kejam dan menyakitkan. Namun harus diingat-ingat lagi, setiap hal yang jatuh selalu punya masa baik, semisal buah yang jatuh, jika tak cepat diambil dan dimakan, akan menjadi buah yang busuk atau mungkin diambil orang lain. Begitulah perasaan, saat dia memilih jatuh di hatimu. Kau punya pilihan, mengambilnya dan menyatakan tau membiarkan waktu membuatnya hilang atau mungkin diambil orang lain. Dan aku memilih yang kedua, karena banyak alasan dan pertimbangan, aku ingin dia tetap jadi temanku, yang selalu ada, aku tidak ingin kehilangan dia.
Hari berganti terus menerus seakan sedang menyiksa perasaanku yang semakin hari semakin besar terhadapnya, pada akhirnya, aku tidak bisa menyembunyikannya lagi, aku memilih menyatakannya. Aku mengumpulkan uang jajanku yang tidak kujajankan pada saat itu, aku mencoba menjual barang-barang yang sudah tidak terpakai. Dan Saat itu juga aku mengajaknya bertemu di sebuah cafe yang sudah kurias sedemikian rupa.
“Ada apa ini, kok cafenya indah banget ya, kaya hati aku sekarang kak..” ucapnya sambil tersenyum-senyum. Aku pun semakin berani menyatakannya setelah mendangar ucapannya itu.
“Iya soalnya sekarang tuh hari indah buat aku juga, Annisa, maukah kau menjadi kekasihku, maukah kamu menjadi seorang yang spesial di hatiku, maukah kau menjadi ratu di kehidupanku? Aku mencintaimu, sarangheyooo,” ucapku sambil berlutut mengasih bunga padanya. Seketika aku kaget, tiba-tiba dia menyuruhku berdiri dan mengambil bunga itu dari tanganku, dan langsung memelukku dengan erat tuk kedua kalinya, disitu aku semakin pede bahwa dia juga mencintaiku dan akan menerimaku. Ia meneteskan air matanya.
“Apakah kau mencintaiku?” ucap aku ketika dia sedang memelukku dengan erat.
“Kak, aku tidak mau kehilanganmu sebagai sahabat aku, selama ini kaka jadi tempat sampah semua kesedihanku, aku sayang kakak, namun tidak lebih dari sebatas teman, aku sudah ada yang punya kak..” ucap dia sembari tetap memelukku. Hatiku terasa sakit, sakit sekali mendengar perkataannya, semuanya benar, hal terburuk dari mencintai adalah tidak dicintai, dan itu dirasakan olehku saat itu. Aku mencoba melepaskan pelukannya, namun dia tidak, dia tidak ingin kehilanganku
“Kak, jangan coba melepaskan pelukan ini, maaf kak, maaf untuk semunya, maafkan aku,”
“Kita tidak bisa jadi sahabat yang dekat lagi, tidak bisa sering bertemu lagi, aku tidak mau perasaanku kepadamu semakin tumbuh, aku takut aku bakal sakit, semua ini harus aku lepas, aku tidak bisa hidup dengan perasaan ini selamanya.” Mencoba melepaskan pelukannya itu.
“Iya soalnya sekarang tuh hari indah buat aku juga, Annisa, maukah kau menjadi kekasihku, maukah kamu menjadi seorang yang spesial di hatiku, maukah kau menjadi ratu di kehidupanku? Aku mencintaimu, sarangheyooo,” ucapku sambil berlutut mengasih bunga padanya. Seketika aku kaget, tiba-tiba dia menyuruhku berdiri dan mengambil bunga itu dari tanganku, dan langsung memelukku dengan erat tuk kedua kalinya, disitu aku semakin pede bahwa dia juga mencintaiku dan akan menerimaku. Ia meneteskan air matanya.
“Apakah kau mencintaiku?” ucap aku ketika dia sedang memelukku dengan erat.
“Kak, aku tidak mau kehilanganmu sebagai sahabat aku, selama ini kaka jadi tempat sampah semua kesedihanku, aku sayang kakak, namun tidak lebih dari sebatas teman, aku sudah ada yang punya kak..” ucap dia sembari tetap memelukku. Hatiku terasa sakit, sakit sekali mendengar perkataannya, semuanya benar, hal terburuk dari mencintai adalah tidak dicintai, dan itu dirasakan olehku saat itu. Aku mencoba melepaskan pelukannya, namun dia tidak, dia tidak ingin kehilanganku
“Kak, jangan coba melepaskan pelukan ini, maaf kak, maaf untuk semunya, maafkan aku,”
“Kita tidak bisa jadi sahabat yang dekat lagi, tidak bisa sering bertemu lagi, aku tidak mau perasaanku kepadamu semakin tumbuh, aku takut aku bakal sakit, semua ini harus aku lepas, aku tidak bisa hidup dengan perasaan ini selamanya.” Mencoba melepaskan pelukannya itu.
Dan akhirnya kita sama-sama menjadi seperti yang sudah tidak kenal, seperti awal kita bertemu, hanya tegur sapa yang bisa aku lontarkan padanya, dan hanya melihatnya dari kejauhan ketika ia sedang menari, aku tidak bisa melakukan apa-apa, aku hanya bisa mencoba melupakan perasaan ini walau sulit kurasakan. Andai aku menyatakannya dulu, sebelum perasaan ini tumbuh besar, tentu hal ini tidak sesakit, dan mungkin itu takan terjadi, namun aku tidak bisa menyalahkan takdir yang sudah tuhan berikan padaku, aku hanya berdoa semoga dia bisa bahagia dengan kekasihnya saat ini.
Komentar
Posting Komentar